Rabu, 31 Juli 2013

Pemda harus aktif memberi perlindungan kepada keluarga Buruh Migran

Sungguh mengenaskan ketika ditemukan fakta tingginya angka perceraian di Kab Tulungagung dan Blitar. Perceraian ini terutama terjadi di kalangan pasangan buruh migran yang salah satu pasangan maupun keduanya menjadi bmi di luar negeri.

Fakta lain yg ditemukan adalah adanya anak-anak pasangan buruh migran yang sebagaimana dilaporan guru-guru BP bahwa anak-anak tersebut mengalami kecenderungan berperilaku lebih beresiko dibanding teman-teman sebaya mereka di sekolah. Kekurangan perhatian orang tua dan lingkungan yang permisif menjadikan anak-anak tersebut rawan mengkonsumsi minuman-minuman keras hingga berperilaku seks yg beresiko.

Bukan saja anak-anak yang bermasalah, para suami buruh migran yang sedangg ditinggalkan para istri juga rawan mempunyai problem-problem psikologis sehingga berperilaku seks yang beresiko yang kelak menjadikan para istri rawan tertular penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS. 

Fakta-fakta tersebut menjadi bahasan dalam  3 kali diskusi  bertema “membangun ketangguhan para mantan buruh migran” di daerah pemilihan Jawa Timur 6. Diskusi-diskusi dalam acara reses tersebut dilaksanakan di Tulungagung (21/7) serta Kab dan Kota Blitar (22/7) dihadiri para mantan buruh migran, pimpinan DPRD Tulungagung, disnaker Kab Blitar, Pak Lurah Bendo, Pimpinan Muhammadiyah, Muslimat, Aisyah, Fatayat, ormas mahasiswa PMII, HMI, GMNI dan para guru serta dosen PT setempat.          

Semua pihak sepakat bahwa pemerintah daerah harus terlibat aktif dalam pemberian  perlindungan berupa pendampingan kepada keluarga untuk mencegah dampak buruk akibat pasutri menjadi buruh migran di luar negeri. Pendampingan ditujukan untuk merespon kebutuhan-kebutuhan khusus keluarga selama orang tua bekerja sebagai buruh migran. Hal ini menegaskan relevansi untuk mencantumkan  Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya sebagai konsideran dalam draft revisi UU 39/2004 yang sebelumnya ditolak Pemerintah. 
Fakta bahwa remittance Jatim mencapai 500 milyar/bln menjelang lebaran, sepatutnya menyadarkan pemda-pemda untuk memberikan imbalan jasa pelayanan kepada para TKI dan keluarga. Salah satu yang mendesak adalah perlunya Pemda membentuk pusat data TKI yang juga akan berfungsi sebagai pusat informasi tentang 'safe migration' sehingga pada tahap perekrutan hingga pemberangkatan buruh migran sudah mengintegrasikan aspek perlindungan  (23/7/13, Eva K Sundari anggota pansus revisi UU 39/2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar