Senin, 06 Maret 2017

Petani sayur hidroponik Tulungagung kewalahan memenuhi permintaan pembeli

Sekelompok pemuda, sebagian besar sarjana membentuk komunitas petani sayur hidroponik didorong keprihatinan atas mahal dan langkanya harga sayur di Tulungagung karena harus mendatangkan dari Kota Batu. Hasilnya menakjubkan, sayur mrk dihargai tinggi dan selalu habis terjual bahkan konsumen seperti indent dengan memberi nama mereka di tumbuhan sayur yang belum dipanen. 
Poktan juga melempar produk sayuran tersebut ke supermarket tetapi tidak bisa maksimal, hanya bertujuan untuk menunjukkan eksistensi produk tersebut. Karena keterbatasan produksi  sehingga permintaan dari Kediri dan Jombang ditolak karena sayur sudah terbeli di tempat produksi yaitu di halaman rumah para aktivis hidroponik tersebut. 
Dari satu komunitas, dalam setahun saat ini sudah berkembang menjadi 259 komunitas yang terhubung dan berkomunikasi melalui media sosial fb, wa maupun telegram dan sekali2 kopdar (jumpa darat). Bertempat di Ds Sobontoro Tulungagung, Poktan Hidroponik Tulungagung (KHTA) mengundang Eva Sundari untuk diskusi pengembangan industri sayur hidroponik (3/3/17).
"Kami ingin mempunyai green house yang besar, bukan saja untuk meningkatkan produksi tapi juga bisa menjadi pusat untuk memfasilitasi pengetahuan, alat produksi, termasuk untuk pemasaran produk dari para anggota", ujar Yudi, Ketua KHTA. Pusat ini kelak bisa sekaligus jadi rekreasi edukasi, pusat informasi dari A hingga Z pertanian hidroponik khususnya sayur termasuk untuk rekreasi petik sayur dan beli alat, bahan dan bibit untuk menanam 
"Bikin koperasi karena syarat2nya sudah ada yaitu watak gotong royong, jumlah anggota dan kesamaan tujuan dari para anggota. Terbentuknya organisasi adalah modal untuk memperjuangkan kepentingan anggota," saran Eva Sundari. "Karena perspektifnya edukasi, maka jangan teknis, semua harus diakarkan dan dimuarakan pada kemandirian ekonomi, khususnya kedaulatan pangan," imbuh Eva Sundari mengingatkan.
Dari diskusi, salah satu anggota melakukan hal yang sama di Lombok dan NTT yaitu membentuk komunitas petani sayur hidroponik karena situasi yang sama yaitu kebutuhan sayur harus diimpor dari Batu. Respon kelompok muda di sana  juga positif yaitu membentuk komunitas2 sebagaimana di Tulungagung dan berproduksi walau skala yang juga terbatas. 
Sebelum mengakhiri diskusi, kelompok sudah mendapat komitmen dari kepala dinas koperasi dan umkm Tulungagung, Partono yang menyanggupi untuk memberikan bantuan teknis untuk pembentukan koperasi. Eva Sundari akan mengupayakan bantuan konsultan untuk mendampingi pembuatan business plan (rencana kerja) dari koperasi petani sayur hidroponik tersebut. 

Eva K Sundari
Anggt Kom XI FPDIP, Dapil Jatim 6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar