Selasa, 17 Mei 2016

Jadikan Perempuan Sentral dan Penggerak Pembangunan untuk Mewujudkan SDGs.


Eva K Sundari (kiri) bersama Jill Sheffield (tengah)
dan Anggota Parlemen Pakistan (kanan)
Ada 4.547 para birokrat, pekerja kesehatan,  legislatif, activist LSM, journalist berkumpul di Copenhagen untuk mencari strategy bersama untuk memastikan Goal Target SDGs no 5 bisa diwujudkan. Konfeerensi WOMEN DELIVER keempat yang akan berlangsung dari tanggal 17-20 Mei 2016 dibuka dengan keynote speakers putri mahkota Denmark, Marry Elizabeth dan PM Denmark Lars Lokke Rasmussen pada  Senin 16/5/16.

Ketua panitia, Jill Sheffield, yang mengenakan batik Indonesia dalam pidato pembukaannya mengingatkan bahwa Konferensi diharapkan untuk menemukan cara berpikir baru, partner baru, dan solusi baru. Hal ini disebabkan meski ada kemajuan-kemjuan tetapi masih banyak tantangan yang harus dikerjakan bersama-sama secara global agar tujuan no 5 bisa diwujudkan.

Putri mahkota Marry Elizabeth menyesalkan bahwa kematian ibu hamil, melahirkan maupun kematian balita di bawah umur 2 tahun yang masih memprihatinkan di seluruh dunia, 90% nya disebabkan karena tiadanya tindakan-tindakan pencegahan. Salah satu yang mengemuka adalah maraknya perkawinan oleh para gadis di bawah 18th. Dalam kaitan ini, putusan MK Indonesia untuk menolak tuntutan pembatalan pasal usia menikah perempuan yang masih 16th di UU Perkawinan sungguh disesalkan walau penuntut sudah disajikan ekses-ekses negatif dari hal tersebut untuk konteks Indonesia.

PM Lars Lokke Rasmussen, mengingatkan bahwa ada hubungan sebab akibat dari sustainable development dan gender equality. Menurutnya yang kedua penyebab yang pertama sehingga tidak bisa tidak, maka perempuan harus menjadi sentral/subyek dalam proses pembangunan demi tercapainya sustainable development.

Ini artinya bahwa isu gender tidak sepatutnya jadi topic tersendiri, tema terpisah, atau isu sektoral tetapi adalah terintegrasi, sebagai mainstream dalam siklus pembangunan mulai perencanaan hingga evaluasi/monitor. Strategi demikian yang dipraktekkan di Denmark sehingga negara tersebut saat ini memperoleh reputasi sebagai negara paling aman, ramah terhadap perempuan dan anak sekaligus paling sejahtera (kelompok HDI tertinggi di dunia). Strategi demikian tentu amat menantang untuk dijadikan barometer penyelesaian bagi situasi Indonesia yang sedang dalam status emergency kejahatan seksual dan AKI terburuk di Asean.

Copenhagen, 16 Mei 2016,
Eva K Sundari
Anggt Komisi 11 FPDIP
Delegasi Women Delivery Conference

Tidak ada komentar:

Posting Komentar