Senin, 06 Januari 2014

2014 TAHUN BERBAHAYA DAN PENYELAMATAN BANGSA


Sebagai seorang feminist nasionalist, saya risau dengan HDI, GDI, GEM, AKI, sexual crime thd perempuan dan anak2 yang memburuk. Pertumbuhan ekonomi yang di kisaran 6% tdk menghentikan arus trafiking para ibu-ibu dan anak-anak sebagaimana wilfrida.

Sebagai seorang politisi aku mules melihat para kolega dan seniorku politisi penguasa daerah menutupi lokalisasi-lokalisasi tanpa transisi profesi yang berkelanjutan. Ketika kemiskinan daerah tidak diselesaikan, keduanya menjadi pendorong para perempuan dari dapilku untuk pergi ke daerah-daerah tambang di Kalimantan, Suawesi dan Papua untuk memperdagangkan tubuhnya dengan sukarela maupun sebagai korban penipuan para agen-agen  rekruter.

Sebagai anggota Komisi III DPR RI dan anggota Tim Sosialisasi 4 pilar MPR,  saya risau dengan fakta bahwa th 2013 ada 181 gugatan yang dikabulkan MK atas berbagai UU produksi DPR karena tidak sesuai konstitusi. Agak ironis sebagai penyelenggara sosialisasi 4 pilar tetap gagal mengintegrasikannya ke dalam tugas utama sebagai legislator.

Sebagai anggota Komisi III sekaligus Ketua Kaukus HAM Parlemen ASEAN, saya sedih mendapatkan laporan Komnas Ham tentang kekerasan akibat konflik atas sumberdaya alam yang mencapai hampir 2 ribu/th dengan trend yang meningkat. Penegakkan hukum di daerah yang tidak memihak rakyat membuat mereka berduyun-duyun ke DPR sehunga permintaan dan pengaduan masyarakat di Komisi III terjadwal sebanyak 200an.

Situasi alinasi rakyat terhadap sumberdaya yang demikian juga berlangsung di Negara-negara  anggota ASEAN lainnya terutama Myanmar, Kamboja, Vietnam dan Laos. Perampasan tanah, penghilangan aktivis, pengungsian internal, trafiking dll merupakan ongkos dari agenda tunggal ASEAN berupa pengintegrasian perekonomian ASEAN. Perburuan terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan diprioritaskan at any cost termasuk terhadap HAM rakyat. ASEAN memilih fokus pada skema promosi HAM dan menolak melakukan penegakkan HAM jika ada kasus-kasus yang terjadi. Ini anomali dan kemunduran dibanding kerjasama kawasan terutama EU dan Mercosur di Latin Amerika.

Kegusaran saya juga terkait hak-hak kelompok minoritas untuk menikmati jaminan kebebasan beribadah. Sabotase negara untuk para elit untuk memihak salah satu golongan menyebabkan konflik berlatar belakang agama memburuk. Keaktifan Menteri Agama untuk mempropagandakan penyesatan Ahmadiyah pada masa lalu tampaknya sedang dilanjutkan ke kelompok Syiah. Ketika hakim sudah tidak netral, maka ini pengkhianatan terhadap amanat konstitusi pasal 29.

Indonesia harus keluar dari situasi critical point di atas, dimulai dari tekad kita untuk  mengganyang korupsi dalam berbagai bentuknya. Yang paling utama adalah korupsi terhadap mandat konstitusi yang sudah dibajak agenda WTO. Sialnya, implementasi agenda bajakan tersebut dijalankan secara korup. Laporan BPK, KPK, PPATK dan BAKN menegaskan bahwa selain korupsi meluas dan bentuknya canggih maka dilakukan oleh actor-aktor baru (regenerasi).

Para pemilih dapat mengakhiri siklus pembusukan berbangsa dan berpemerintahan itu melalui pemilu. Kecerdasan para pemilih akan menentukan bukan saja menentukan siapa yang akan terpilih tapi juga bagaimana mereka terpilih. Para pemimpin korup akan menghalalkan cara menang yang korup. Pemilih harus menjadikan pilkada DKI sebagai rujukan bahwa pemilih berdaulat sehingga mampu menghentikan upaya-upaya  pencurangan pilkada. Kedaulatan di tangan rakyat harus bisa dibuktikan di pemilu 2014.

Pemilu 2014 adalah pertaruhan jalan keluar dari kemunduran-kemunduran dan ketersesatan untuk kembali ke jalan konstitusi untuk memenangkan amanat penderitaan rakyat. Kedaulatan rakyat pemilih adalah satu2nya harapan penyelamatan bangsa. Pemilu 2014 adalah pisau bermata dua, bisa menusuk diri sendiri atau ke kekuatan gelap yang memblokade jalan kemakmuran, jalan konstitusi. Kita serahkan nasib bangsa ini ke rakyat pemilih. (WH/MK)

Penulis : Eva Kusuma Sundari (Anggota DPR RI Komisi III/PDIP/Aktifis Perempuan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar