Jumat, 06 Desember 2013

Pemerintah Jangan Abaikan Hak Konstitusional Eksil

Semarang, 6/12 (Antara) - Fraksi PDI Perjuangan DPR RI berharap Pemerintah jangan mengabaikan hak-hak konstitusional warga eksil Indonesia yang meninggalkan Tanah Air setelah peristiwa Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI).    "Mereka para asylum seeker (pencari suaka), mencari perlindungan dengan menjadi warga negara lain. Jadi, keterpaksaan, bukan karena tidak cinta tanah air Indonesia," kata Wakil Ketua Bidang Pengaduan Masyarakat Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Eva Kusuma Sundari ketika dihubungi dari Semarang, Jumat.   Sebelumnya, peneliti pada Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir di Jakarta, Selasa (3/12), mengatakan, dari hasil penelitian, khususnya di Belanda, menunjukkan adanya nasionalisme jarak jauh yang tumbuh dari kaum eksil Indonesia.   Menurut Amin, meski tidak lagi memegang paspor Indonesia, mereka tetap mengaku sebagai bangsa Indonesia. Bentuk nasionalisme terhadap bangsa Indonesia secara konkret ditunjukkan dengan membangun komunitas-komunitas kesenian hingga politik.   "Contoh Pak Sarmadji yang membangun perpustakaan Perhimpunan Dokumentasi Indonesia (Perdoi) di rumahnya. Pak Djoemaeni (Kartaprawira) membentuk Lembaga Pembela Korban (LPK) 1965, dan Dokter Melly (Siaw) membantu beberapa pekerja Indonesia yang tidak terdokumentasi mendapat layanan kesehatan," ujar dia.   Menurut Amin, para eksil peristiwa 1965 tidak banyak yang memilih kembali menjadi warga negara Indonesia karena masih khawatir dicap komunis di tengah masyarakat meski ada beberapa dari mereka yang memanfaatkan terbukanya akses pemulihan dan pengembalian hak kewarganegaraan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid.     Eva yang juga anggota Komisi III (Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia) DPR RI menegaskan bahwa mereka ke luar negeri dalam rangka mencari kehidupan ekonomi yang lebih nyaman.   "Jadi, soal cinta tanah air adalah sudah menjadi bagian integral. Mereka selalu berkontribusi secara tidak langsung pada dinamika tanah air meski dalam kondisi sangat terbatas," ucapnya.   Warga eksil Indonesia di luar negeri, kata Eva, selalu memperingati hari-hari penting nasional, menyelenggarakan diskusi-diskusi, menampung aktivis-aktivis yang menyelamatkan diri saat reformasi.   Di samping itu, lanjut dia, mereka juga menyelenggarakan bazar, pasar murah, atau festival untuk memperkenalkan Indonesia di komunitas mereka.   "Ibaratnya, cinta tidak sampai karena bertepuk sebelah tangan sebab negara mengabaikan hak-hak konstitusional mereka," kata calon tetap anggota DPR RI periode 2014--2019 dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu.   Meski sebagai korban kekerasan negara, menurut Eva, cinta tanah air tetap terpelihara. "Semoga Presiden terbuka hatinya untuk segera menerbitkan Keputusan Presiden tentang Rehabilitasi Umum supaya bangsa dan keluarga-keluarga yang retak dapat dirangkai kembali... setop pelanggengan kekerasan," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar