Sungguh
mengenaskan ketika ditemukan fakta tingginya angka perceraian di Kab
Tulungagung dan Blitar. Perceraian ini terutama terjadi di kalangan pasangan
buruh migran yang salah satu pasangan maupun keduanya menjadi bmi di luar
negeri.
Fakta lain yg
ditemukan adalah adanya anak-anak pasangan buruh migran yang sebagaimana
dilaporan guru-guru BP bahwa anak-anak tersebut mengalami kecenderungan
berperilaku lebih beresiko dibanding teman-teman sebaya mereka di sekolah.
Kekurangan perhatian orang tua dan lingkungan yang permisif menjadikan anak-anak
tersebut rawan mengkonsumsi minuman-minuman keras hingga berperilaku seks yg
beresiko.
Bukan saja anak-anak
yang bermasalah, para suami buruh migran yang sedangg ditinggalkan para istri
juga rawan mempunyai problem-problem psikologis sehingga berperilaku seks yang
beresiko yang kelak menjadikan para istri rawan tertular penyakit kelamin termasuk
HIV/AIDS.
Fakta-fakta
tersebut menjadi bahasan dalam 3 kali
diskusi bertema “membangun ketangguhan para mantan buruh migran” di daerah
pemilihan Jawa Timur 6. Diskusi-diskusi dalam acara reses tersebut dilaksanakan
di Tulungagung (21/7) serta Kab dan Kota Blitar (22/7) dihadiri para mantan buruh
migran, pimpinan DPRD Tulungagung, disnaker Kab Blitar, Pak Lurah Bendo, Pimpinan
Muhammadiyah, Muslimat, Aisyah, Fatayat, ormas mahasiswa PMII, HMI, GMNI dan
para guru serta dosen PT setempat.
Semua pihak
sepakat bahwa pemerintah daerah harus terlibat aktif dalam pemberian
perlindungan berupa pendampingan kepada keluarga untuk mencegah dampak buruk
akibat pasutri menjadi buruh migran di luar negeri. Pendampingan ditujukan
untuk merespon kebutuhan-kebutuhan khusus keluarga selama orang tua bekerja
sebagai buruh migran. Hal ini menegaskan relevansi untuk mencantumkan
Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya sebagai konsideran dalam
draft revisi UU 39/2004 yang sebelumnya ditolak Pemerintah.
Fakta bahwa remittance
Jatim mencapai 500 milyar/bln menjelang lebaran, sepatutnya menyadarkan
pemda-pemda untuk memberikan imbalan jasa pelayanan kepada para TKI dan
keluarga. Salah satu yang mendesak adalah perlunya Pemda membentuk pusat data
TKI yang juga akan berfungsi sebagai pusat informasi tentang 'safe migration' sehingga pada tahap
perekrutan hingga pemberangkatan buruh migran sudah mengintegrasikan aspek
perlindungan (23/7/13, Eva K Sundari anggota pansus revisi UU 39/2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar