Terhadap fenomena penyusutan di atas, Akhol Firdaus, peneliti dan pengajar dari Pusat Studi HAM dan Islam (PUSHAMI), IAIN Tulungagung membagikan temuan yang menarik. Dari riset mendalam dari dua organisasi yang 'survive' yaitu Sapto Darmo. (SD) dan Jawa Dipa (JD) faktor penentu kekuatan bertahan mereka ada di kuatnya peran perempuan dalam organisasi. Perempuan aktif berperan dalam leadership organisasi bahkan di SD perempuan dan pemuda membentuk organisasi sendiri (sayap). Transfer pengetahuan, ajaran dan values bisa dilembagakan sehingga regenerasi bisa berlangsung berkelanjutan. Sesuatu yang tidak terjadi di organisasi-oragnisasi lain yang tergerus jaman.
Dalam kaitan tersebut, Eva Sundari mendorong pembentukan kaukus perempuan penghayat di organisasi Majelis Luhur Indonesia kepercayaan (MLKI) yang anggotanya lintas organisasi-organisasi penghayat. Sementara, di masing-masing organisasi anggota MLKI supaya ada sayap organisasi perempuan karena faktanya mainstreaming perempuan menjdi kunci eksistensi organisasi penghayat.
Posisi perempuan dalam agama-agama lokal maupun filsafat timur memang sentral, sebut saja kepemimpinan para sultana dan ratu-ratu di nusantara pra-kolonialisme. Datangnya penjajah yang membawa nilai-nilai patriarchal dari filsafat barat dan budaya timur tengah menggerus praktek kesetaraan gender di Nusantara. Ironisnya negara-negara Skandinavia yang mengintegrasikan kesetaraan gender dan feminisme dalam pembangunan mereka sejak 50 th terakhir, saat ini memetik hasilnya. HDI negara-negara tersebut paling tinggi di dunia, bahkan Denmark menempati posisi sebagai negara yang penduduknya paling bahagia di dunia. selain itu, Denmark juga terpilih sebagai negara paling aman untuk perempuan dan anak-anak. Dalam sepuluh tahun terakhir pula, diskriminasi terhadap minoritas dan gender hampir nol. Yang menarik, Negara-negara Skandinavia juga selalu terpilih dalam sepuluh teratas negara-negara paling Islami.
Peran setara laki dan perempuan dalam agama-agama lokal Nusantara seharusnya alamiah karena beberapa perempuan juga penerima wahyu sehingga perempuan menduduki posisi sebagai tuntunan maupun pemimpin spiritual di beberapa organisasi penghayat. Sehingga, tidak ada pilihan lain, organisasi penghayat perlu reformasi ke dalam untuk menginternalisasikan perspective kesetaraan gender agar mampu menjawab tantangan dari luar bagi keberlangsungan eksistensi mereka.
22/5/16
Eva Kusuma Sundari
anggota Kom XI FPDIP. Dapil Jatim 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar