Pada tanggal 29 Oktober 2013, Fraksi PDI Perjuangan menerima kelompok masyarakat yang terdiri dari Komnas Perempuan, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika dan Masyarakat Penghayat kepercayaan. Pengaduan masyarakat ini diterima langsung oleh Eva Kusuma Sundari Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan. Pada pertemuan tersebut kelompok masyarakat penghayat mengungkapkan keluhan mereka terhadap maraknya diskriminasi yang mereka terima karena adanya perbedaan keyakinan. Diskriminasi yang terjadi terutama sekali dirasakan terkait hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia. Terutama sekali dalam hal administrasi kependudukan dimana penggunaan Kolom Agama dalam KTP banyak menimbulkan diskriminatif kepada para penganut kepercayaan. Karena dalam kolom Agama dalam KTP para penganut kepercayaan diberikan tanda strip (-)/kosong dengan alsan agama mereka tidak terdapat dalam list administrasi. akibatnya para penganut kepercayaan ini sering mendapat stigma sebagai kelompok kafir, sesat, atheis bahkan komunis oleh masyarakat dan aparat pemerintah. Selain itu hak dasar perkawinan mereka pun tidak diakui dan berdampak pada status anak-anak mereka yang dianggap sebagai anak diluar pernikahan dan tidak diakui oleh negara.
Dampak lainnya seperti yang diungkapkan oleh penganut Sapto Darmo dimana mereka digolongkan kepada kelompok Islam sehingga banyak dari anak-anak mereka disekolah mendapat pelajaran agama Islam yang pada dasarnya berbeda, sehingga meninmbulkan kebingungan dari sang anak sendiri dan juga para pendidik. Jika pun sang anak menyatakan bahwa mereka adalah penganut kepercayaan, mereka pun akan menerima diskriminasi baik dari pihak sekolah maupun teman-teman mereka karena perbedaan tersebut. Anak-anak menjadi pihak yang sangat rentan mendapatkan diskriminasi ketika mereka berada diluar lingkungan adat dan kepercayaan mereka.
Pengkategorian agama para penganut kepercayaan kedalam kelompok agama maenstram oleh negara timbul karena berbagai alasan politik dimasa lalu. Agama-agama leluhur seperti Kaharingan di Kalimantan, Bissu di Sulawesi, Sunda Wiwitan di Jawa Barat dimasukkan kedalam kelompok Hindu sementara secara sejarah dan teologi sesungguhnya mereka sama sekali berbeda dengan Hindu yang ada di Bali, dan India. Namun karena kepentingan politik di masalalu hingga saat ini pengelompokan tersebut masih terjadi terutama dalam proses administrasi pemerintahan, sehingga kerap menimbulkan masalah dan dapat berujung pada tindakan diskriminasi hingga konflik horizontal. Lebaga-lembaga pemerintah pun saat ini turut menjadi bagian dalam proses diskriminasi tersebut dengan dasar UU Administrasi Kependudukan yang hanya mengakui agama-agama maenstream pada daftar kependudukan.
Untuk itu diperlukan pembahasan UU kebebasan beragama dan perubahan UU Administrasi kependudukan untuk mengakomodir Agama diluar Agama maenstream yang ada. Pemerintah juga harus dapat mengurangi aksi-aksi fundamental yang cendrung tidak toleran terhadap para penganut kepercayaan lain di Indionesia sehingga memicu perpecahan sosial dimasyarakat. hal ini penting untuk menjaga kebhinekaan dan sebagai salah satu cara memperkuat persatuan Indonesia dimasa mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar